XCH Steven's Journal

Have Dream Will Travel~

Common Sense Yet Not So Common~

Hello, di tengah kesibukan master degree gw yg padat merayap a.k.a macet ala ibukota negara tercinta Jakarta, gw mulai merasakan bahwa ilmu - ilmu yg gw dapatkan di program Master of Information Systems ini sebagian besar adalah common sense! Dan gila-nya gw harus bayar mahal untuk mempelajari hal - hal umum ini. Bukan memandang remeh yah, tapi memang sih pada dasarnya semua ilmu tentang manajemen bisnis maupun teknologi pada dasarnya adalah common sense yang bisa didapatkan seiring bertambahnya pengalaman loe. Tapi seiring berjalannya waktu, gw kembali sadar bahwa gw mendapatkan hal yang lebih daripada itu. Expand network globally, cultural awareness, dan best practice merupakan extended experience yang mungkin ga diajari secara langsung tapi secara indirectly gw menjadi paham mengenai hal tersebut.

Yang namanya study abroad, otomatis teman - teman sekelas loe bakalan berasal dari lintas negara, lintas benua, dan lintas alam. Dan hampir semua subject yang gw ambil melibatkan group project dengan bobot yang gak main - main (bahkan sampai ga ada exam lho!). Sehingga secara ga langsung loe bakalan dituntut untuk berkolaborasi dengan alien orang asing. Nah di sini kerennya, sebagai bagian dari masyarakan yang multi-etnis, multi-budaya, dan multi-agama, loe bakalan mengerti arti yang namanya toleransi dan bagaimana deal with those people! It's common right? Yet it's uncommon! Kenapa? karena pada awalnya kata toleransi itu memang gampang dikatakan namun ternyata susah dilakukan. Beberapa kali gw 1 group dengan orang India, Russia, China, dan Australia. Dan mereka semua memiliki karakteristik dan etos kerja yang berbeda - beda, sehingga gw harus adjust dengan situasi yang ada. Banyak orang yang ngomong kalo ilmu praktikal itu lebih berharga dibandingkan teori aja , dan gw percaya hal ini benar adanya hahaha.

Hampir semua subject yang gw ambil melibatkan case study, dan semua case study itu memerlukan critical decision. Tentunya loe diposisikan sebagai seorang dengan authority yang cukup untuk membuat decision tersebut. Case study dari Harvard Business Review dan MIS Quarterly udah bisa dibilang jadi makanan sehari - hari gw. Tentunya semua dalam bentuk digital, sehingga gw mulai tau rasanya menjadi pacman yang harus makan makanan yang sama berkali - kali dengan situasi problem (setan di pacman) yang selalu mengejar - ngejar loe which is sucks and intimidating at the same time. But, gw akhirnya kembali sadar bahwa itulah kesempatan gw untuk merasakan pressure di situasi yang mencekam dan bagaimana gw akan deal dengan hal tersebut. Bisa dibilang MIS itu lebih mengajarkan are of making decision. Bagaimana loe menerapkan framework - framework, teori - teori, dan notable case untuk mengambil keputusan. It's never been easy, namun practice make perfect right? So, apapun masalahnya... minumnya tetap teh botol sosro... best practice harus selalu diterapkan.

Gw sebagai lulusan informatics yang biasanya deal dengan computer dan coding benar - benar menyadari bahwa program studi MIS ini memang berada di luar comfort zone gw karena it teach me how to deal with people, understand the politics, and act accordingly. So, gw membuat pilihan yang tepat untuk mempelajari ilmu 'orang atas' alias upper management sehingga gw ga akan stuck sebagai seorang technocrats (teknologi sebagai solusi setiap masalah) apalagi caratan... My career will be interesting sooner or later xD~

From Melbourne With Love~ *mumpung masih norak hihihihi*

Life 101

 Haloooo, gak kerasa uda 6 bulanan gw tinggal di Negara antah berantah Melbourne, dan gw mulai menyadari arti kehidupan *dramatic sound fx playing....* oke itu lebay... tapi sejujur - jujur-nya hidup di sini ga mudah... Bahkan gw sempat mempertanyakan kenapa gw mengambil pil merah dan bukan pil biru... Setelah mengalami badai otak dengan kecepatan 200km/jam akhirnya gw sampai ke satu jawaban yaitu gw ingin mencari tantangan dan pengalaman lebih instead of so-ordinary life.

Melbourne! sebuah kota di bagian Selatan Australia yang bisa dibilang cukup lively namun lifestylenya agak laid-back jadi kalo bisa dianalogikan maka kota ini hampir memiliki karakteristik yang sama dengan Bandung di negara tercintah. Lalu, karena terletak di Southern Hemisphere, maka cuaca di kota ini berbeda dengan kebanyakan image orang - orang tentang luar negeri. Winter pada pertengahan tahun dan summer pada akhir tahun cukup mengejutkan bukan *kalo ada yg mau bilang "terus gw harus bilang WOW gitu?" dipersilahkan...* Untuk culture dan arsitektur kota ini pun mengingatkan kita kepada Inggris pada jaman pertengahan yang sepertinya dapat dimaklumi karena Inggris memiliki pengaruh yang kuat kepada negara Australia yang merupakan commonwealth-nya Inggris.

Homesick, salah satu fenomena yang umum melanda seluruh anak muda jaman sekarang... Oh wait, itu "galau"... back to the definition of homesick, sebuah fenomena dimana loe merindukan kampung halaman karena merasa ga betah di tempat perantauan itu memang umum terjadi, gw pun merasakan hal tersebut untuk minggu - minggu pertama di Melbourne, tetapi karena gw melihatnya dengan kacamata minus 4 positif maka fenomena ini pun berlalu begitu saja dan mulai enjoy the new beginning!

Tinggal sendiri (well berdua sih sama flat-mate gw orang Indo juga) di sebuah apartment di central business district di Melbourne memaksa gw untuk belajar time-management untuk mengatur keseimbangan antara study & life. Karena selain harus belajar, gw juga harus ngurus dari cucian sampe masak. Yap, loe ga salah baca... gw masak lho HAHAHA *evil laugh* However untungnya ga ngebakar apartment saat nyoba-nyoba LOL... Memang sih, survival cooking itu sepertinya sudah sesuatu yg wajib untuk setiap student yang ingin menghemat pengeluaran ketika hidup di perantauan (cieee bahasa gw *hueek*).

Studi post-grad a.k.a Master's degree a.k.a S2 bukanlah hal yang simple dan bahkan ga ada sama-sama-nya sama undergrad a.k.a S1. Kalo di S1 loe cukup mengaplikasikan suatu teori yang uda diberikan untuk suatu kasus tertentu, tidak demikian dengan S2. Di S2, loe dituntut untuk menerapkan best practice dari jurnal akademik yang ada untuk kasus - kasus tertentu dan yang lebih parahnya loe harus menambahkan value dalam meresponi kasus tersebut berdasarkan pengalaman atau persepsi diri yang cukup independent asal tetap sejalan. Jadi berpikir kritis dan berani menyatakan suatu teori benar / salah merupakan hal yang mutlak jika ingin mendapatkan nilai yang tinggi. Tak bisa dipungkiri, kesibukan gw sebagai post-grad student dipenuhi dengan jutaan jurnal dan konsep - konsep dengan tingkat advanced yang cukup membuat pusing sembilan keliling *karena tujuh terlalu mainstream...*

Komunitas Indo @ Melbourne, di sini gw tergabung dengan komunitas ICM Melbourne University (Indonesian Campus Ministry) yang dinaungi oleh gereja Replique Ministry (sebuah gereja Indonesia di Melbourne). Gw cukup merasa grateful untuk bisa mengenal komunitas ini, karena believe me ketika loe berada di suatu komunitas (ga perlu yang besar) yang solid maka loe akan berasa seperti di rumah sendiri, bisa dibilang keluarga besar tanpa ikatan darah alias extended family. Interestingly, sebagai seorang yang introvert, gw belajar banyak hal tentang happiness dalam kebersamaan.

Last but not least, sebagai seorang gamer... gw suka akan yang namanya level-up. Dan my life di Melbourne ini memacu diri ke ambang batas sehingga gw dapat level-up to the whole new level! Interesting life ahead~ Cheers!

- "Right now, I'm feeling like I'm living the dream!" -
 

H-1 Suddenly Melbourne

Hi guys, akhirnya sukses nyuri - nyuri waktu untuk update blog. Gw punya pengumuman penting nih hohoho.... besok gw ke Melbourne!!!!! *krik-krik-krik-krik* headbang ke meja. Ga ada ujan, ga ada angin, ga ada Godzilla nyasar trus gw berencana mendamparkan diri gw di negeri orang yang asing seasing-asing-nya, nggak gitu juga sih sebenarnya gw uda merencanakan ini jauh - jauh hari kok... Demi melanjutkan studi ke tahap master degree untuk kabur dari kenyataan dunia kerja yang ga ada enak-enaknya menuntut ilmu yang lebih tinggi.
 
Kenapa Melbourne? Tanya kenapa? jujur aja gw jg bingung... Jadi cerita awalnya begini.... gw buka Atlas (ada yg ga tau Atlas?? kasian amad....) trus jatohin pensil dan kena Melbourne.. jadi deh.... Well ngawur-nya terpaksa dihentikan sampai di sini karena takut ada konflik kepentingan yg mengancam kelangsungan hidup gw di kota Melbourne nantinya T_T. Nah, gw milih Melbourne karena di kota ini ada University of Melbourne yang uda terkenal sebagai universitas dengan peringkat 31 dunia. Karena semboyan gw itu adalah "live the hardcore way!", ditambah yg namanay studi di luar negeri itu memang ga mudah, kenapa ga sekalian aja yg top of the top karena gw ga suka yg mediocore hohoho. Menurut gw, babak belur mending sekalian parah daripada lecet - lecet doang *oke statement ini salah...*.  That's why gw milih kota ini sebagai tujuan studi gw untuk 2 tahun ke depan.
 
So, untuk 2 tahun ke depan gw bakal tinggal di Melbourne, studi di University of Melbourne, belajar bahasa Melbourne English secara aktif, dan hopefully bakal mendapat gelar Master of Melbourne Information System. Finally, Visa uda beres, Confirmation of Enrollment dari Melbourne University uda di tangan, dan koper jahanam berberat 32kg & backpack 6kg uda melambai - lambai minta digotong.... Penerbangan besok akan berlangsung 6 jam dan akhirnya bisa bilang "ADIOS BUENOS INDONESIA" *dan gw baru sadar... barusan itu bahasa Spanyol* Jangan lupa dukung akyu yaaa... (loooh???)